Senin, 30 April 2012

manusia sebagai makhluk berbudaya


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya lah saya bisa menyelesaikan makalah tentang “manusia yang berbudaya”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Budaya Dasar” .
            Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Bogor, 30 April 2012














DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………… 1
Daftar isi……………………………………………………………………………...… 2
BAB I Pendahuluan…………………………………………………………………………… 3
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………..….... 3
1.2 Tujuan…………………………………………………………………….………… 3
1.3 Metodelogi………………………………………………………………. ………….3
1.4 Kasus…………………………………………………………………….…………. 3
BAB II Pembahasan…………………………………………………………………………… 4
BAB III Penutup…………………………………………………………………………..……. 5
            3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….... 5
3.2 Saran…………………………………………………………………………….…. 5













BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Filosofi budaya jawa mengajak siapapun untuk kembali menenggok jati diri, dan mempertanyakan asal-usulnya di dunia. Seperti yang kita tahu, dalam kosmologi Jawa, manusia berasal dari tirta sinduretno yang keluar saat pertemuan antara lingga yoni, yang kemudian bersemayam di gua garba. Tirta sinduretno merupakan lambang air mani atau sperma laki-laki.
Dalam budaya Jawa, bertemunya lingga dan yoni merupakan proses magis yang penuh spiritualitas. Dalam mistisme Jawa, manusia tidak hadir sendiri di muka bumi, melainkan berempat. Kita di bumi memiliki sedulur papat lima pancer yang merupakan saudara empat kita, kelima diri kita sendiri. Sedulur papat lima pancer, merupakan penghormatan pada orang tua, khususnya ibu yang sudah melahirkan kita di muka bumi. Yang memberikan kasih sayang tiada habis-habisnya. Hitungan pasaran yang berjumlah lima menurut kepercayaan Jawa, juga berdasar pada filosofi sedulur papat lima pancer. 

1.2      Tujuan

·         Menambah pengetahuan tentang budaya manusia di Indonesia
·         Mengenal lebih jauh tentang budaya jawa

1.3      Metedologi

Metedologi yang saya gunakan adalah dengan mencari, membaca dan merangkum informasi yang berkaitan dengan makalah yang saya buat.

1.4      Kasus

Di zaman sekarang ini banyak masyarakat yang masih belum paham dengan budaya jawa, khususnya tentang sedulur papat lima pancer. Dalam kesempatan kali ini saya akan membahas tentang sedulur papat lima pancer.






BAB II
PEMBAHASAN

Filosofi sedulur papat lima pancer mengandung pengertian bahwa badan manusia yang berupa raga, wadag, atau jasad, lahir bersama empat unsur atau roh atau enima yang berasal dari tanah, air, api dan udara. Empat itu masing-masing mempunyai kiblat di empat mata arah angin. Dan yang kelima berpusat di tengah.
Persamaan tempat kiblat sedulur papat lima pancer bisa dilihat di bawah ini.
1. Pasaran Legi bertempat di Timur. Satu tempat dengan unsur udara, memancarkan aura putih.
2. Pasaran Paing bertempat di Selatan. Salah satu tempat dengan unsur api, selalu memancarkan aura sinar merah.
3. Pasaran Pon. Bertempat di barat karena tempat dengan unsur air, memancarkan sinar kuning.
4. Pasaran Wage. Bertempat di utara, satu tempat dengan unsur tanah, selalu memancarkan sinar hitam.
5. Kelima. Yaitu Kliwon, bertempat di tengah. Merupakan tempat sukma atau jiwa berada. Memancarkan sinar manca warna.
Dilihat dari penangalan Jawa melalui filosofi sedulur papat lima pancer,dapat diketahui betapa pentingnya pasaran Kliwon, karena berada di tengah atau pusat. Pusat merupakan tempat sukma yang memancarkan perbawa atau pengaruh kepada sedulur papat atau empat saudaranya. Satu peredaran keblat papat kalima pancer, dimulai dari arah timur berjalan sesuai alur perputaran jam dan berakhir di tengah. Jika dianalogikan, sedulur papat lima pancer seperti ibu yang sedang melahirkan anaknya. Ketika seorang ibu hendak melahirkan kita, sebenarnya perasaan hati dan badannya menahan kesakitan marmatrti,melalui dada. Kemudian lahir jabang bayi dari rahimnya. Setelah itu kaluar ari-ari yang bersifat kuning, lalu keluar darah yang bersifat merah dan tali pusar yang bersifat hitam. Marmarti, ari-ari, darah dan tali pusar inilah yang kemudian dikenal sebagai keempat saudara kita.
Memahami manusia melalui sudut pandang mitologi Jawa, ternyata tidak hanya pada aspek fisiologi, melainkan lebih dari itu. Dunia Jawa merupakan bentangan mistisme dan mitologi yang penuh kearifan luhur. Namun ironisnya, segala tradisi kebijaksanaan itu saat ini makin terkikis dan semakin hilang. Tugas kitalah untuk terus menggali esensi yang ada dalam simbol-simbol tradisi Jawa, lalu mentransformasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga jaman Kaliyuga yang tengah melanda negeri kita bisa segera selesai.







BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

      Dilihat dari penangalan Jawa melalui filosofi sedulur papat lima pancer,dapat diketahui betapa pentingnya pasaran Kliwon, karena berada di tengah atau pusat. Pusat merupakan tempat sukma yang memancarkan perbawa atau pengaruh kepada sedulur papat atau empat saudaranya.

3.2 Saran

      Kita sebagai masyarakat yang berbudaya harus lebih bisa memahami arti-arti kebudayaan negeri kita, salah satunya budaya jawa.



























Daftar Pustaka